Showing posts with label BBM. Show all posts
Showing posts with label BBM. Show all posts

Saturday, September 14, 2013

Bahan Bakar Murah Untuk Masyarakat

Bertahun-tahun Subsidi bahan bakar minyak (BBM) terus membebani keuangan negara. Tahun ini saja, pemerintah harus membakar uang Rp 149,78 triliun demi menyediakan bahan bakar murah untuk masyarakat.
Belum lagi tahun depan, besaran subsidi BBM diprediksi mencapai Rp 131,22 triliun. Padahal sebenarnya dengan dana itu, Indonesia bisa membangun banyak infrastruktur seperti pembangkit listrik, jalan tol dan kilang minyak.

Tingginya subsidi BBM disebabkan biaya produksi BBM jauh lebih besar dari harga jualnya. Atas dasar, apakah harga BBM subsidi perlu dinaikkan demi menekan subsidi?

Pengamat Energi Darmawan Prasodjo berpendapat, pemerintah tidak perlu menaikkan harga untuk menekan subsidi BBM. Menurut dia, ada banyak cara untuk mengurangi alokasi subsidi. Salah satunya yaitu menyediakan energi alternatif sebagai pengganti BBM.

Langkah pertama yang bisa diambil pemerintah yaitu dengan merealisasikan program konversi BBM ke bahan bakar gas. Pasalnya, harga gas jauh lebih murah dari BBM. Saat ini harga keekonomian BBM mencapai Rp 9.500-Rp 10 ribu per liter, sementara gas hanya Rp 4.100 per liter setara premium (lsp).

Dengan beralihnya masyarakat ke gas, maka besaran subsidi BBM bakal turun drastis. Apalagi harga premium dan solar saat ini lebih mahal dari gas, yaitu Rp 6.500 untuk premium dan solar Rp 5.500.

"Untuk menarik investor membangun infrastrukturnya, harga gasnya bisa dinaikkan Rp 100 sebagai biaya transportasi. Itu akan menarik investor," terang Darmawan saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (14/9/2013).

Penggunaan gas untuk bahan bakar kendaraan juga diterapkan di banyak negara. Selain lebih murah, gas juga energi yang ramah lingkungan.

Pemerintah harus cepat bergerak agar program ini bisa terealisasi. Mengingat, Indonesia juga memiliki sejumlah proyek gas skala besar yang sedang dikembangkan sehingga nantinya bisa memasok gas lebih banyak ke domestik.

"Contoh di Pakistan saja sudah pakai 70%-80% gas, padahal negara itu tidak punya gas. Pakistan rela beli gas dari spot market karena keekonomian memang lebih baik dari BBM," ungkap lulusan dari Texas A & M University tersebut.

Opsi lain yang bisa diambil yaitu mengembangkan ethanol sebagai pengganti BBM. Pengembangan ethanol sebaiknya tidak menggunakan bahan baku minyak jarak karena tidak ekonomis, tapi memakai singkong gajah.

Pemanfaatan ethanol sebagai bahan bakar bisa membantu Indonesia mengurangi impor minyak dan BBM dari sejumlah negara Timur Tengah.

"Strategi pemenuhan energi nasional yaitu dengan memberi energi semurah-murahnya untuk rakyat. Dengan catatan energi itu berbasis ekonomi sehingga dalam prosesnya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan," papar dia.

Jika serius mengembangkan ethanol sebagai energi alternatif, pemerintah disarankan membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang khusus menangani ethanol. Tak hanya itu, kepastian permintaan dari konsumen domestik juga perlu dijamin.

"Misalnya, dari 47 juta kiloliter BBM subsidi, itu ditetapkan berapa kiloliter yang pakai ethanol dan dianggarkan juga di sana," kata dia.

Senada dengan Darmawan, pengamat perminyakan Kurtubi juga berpendapat kenaikan harga BBM tidak bisa menekan subsidi karena konsumsi BBM masyarakat akan terus meningkat.

"Dari sisi harga meningkat, tapi kan volumenya terus naik karena ekonomi juga tumbuh," ungkap dia.

Jika pemerintah berniat mengurangi subsidi dan konsumsi BBM dalam jangka panjang yaitu dengan mempercepat program konversi BBM ke gas.

"Yang perlu diperbaiki agar keuangan negara tertolong yaitu supaya Pertamina dan pemerintah membeli minyak dan BBM langsung dari produsen biar lebih murah, tidak lewat pihak ketiga," jelas Kurtubi.

http://bisnis.liputan6.com/read/692644/jurus-tekan-subsidi-tanpa-naikkan-harga-bbm

Friday, October 26, 2012

Kenaikan BBM Tak Perlu Peretujuan DPR

 Kenaikan BBM Saat ini tak perlu persetujuan DPR . Hal ini seperti di lansir http://nasional.kontan.co.id. Selengkapnya bacalah artikel terkait kenaikan BBM tersebut di bawah ini.

Pemerintah di atas angin. Tahun depan, kendali kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ada di tangan pemerintah sepenuhnya. Pemerintah tak perlu lagi meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengerek harga premium dan solar.

Aturan main yang memberi wewenang penuh ke pemerintah itu tertuang dalam Pasal 8 ayat 10 Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2012.

Bunyinya: Belanja subsidi bisa disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi ekonomi makro dan perubahan parameter subsidi, berdasarkan kemampuan keuangan negara.

Satya W. Yudha, anggota Badan Anggaran DPR, menyatakan, Pasal 8 ayat 10 bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. "Kalau nanti disetujui di paripurna, maka sudah tidak ada pasal yang meminta persetujuan DPR bila pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi," katanya kemarin (22/10).

Semua fraksi di Badan Anggaran kecuali Fraksi PDI-P sepakat memberi wewenang penuh kepada pemerintah untuk mendongkrak harga BBM bersubsidi. Kalau tidak ada aral melintang, hari ini (23/10), rapat paripurna DPR bakal mengesahkan RUU APBN 2012 menjadi UU.

Fraksi Partai Golkar, misalnya, setuju menyerahkan sepenuhnya pengelolaan subsidi energi kepada pemerintah. "Termasuk di dalamnya apabila dilakukan penyesuaian harga," tambah Satya.

Sedang Fraksi PDI-P yang menolak mentah-mentah meminta tambahan penjelasan Pasal 8 ayat 10 yang memerinci berapa besar deviasi asumsi makro. Menurut Dolfie OPF, anggota Fraksi PDI-P, kepastian penyimpangan ini untuk mengunci pemerintah agar tidak asal menaikkan harga BBM bersubsidi.

Contohnya, harga BBM baru bisa naik kalau harga minyak mentah Indonesia naik lebih dari 10% dari asumsi makro.
Tapi, Herry Purnomo, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, bilang, pasal itu bukan instrumen pemerintah untuk menaikkan harga BBM.

"Kalau terjadi deviasi asumsi makro, pemeritah bisa menaikkan anggaran subsidinya," kilahnya.
Makanya,  pemerintah tetap akan melapor ke DPR jika meminta tambahan subsidi energi. Langkah ini adalah bentuk transparansi pengelolaan anggaran negara.

Sebagai catatan, tahun depan, subsidi energi mencapai Rp 274,78, dengan asumsi tarif listrik naik sebesar 15%. http://nasional.kontan.co.id/news/kenaikan-harga-bbm-tak-perlu-restu-dpr/2012/10/23

Kenaikan Harga BBM subsidi tidak dipikirkan

Ya...bagaimana jika harga minyak sudah tidak di pikirkan oleh pemerintah... Apa yang akan terjadi. ?  Ini di muat oleh suara karya online seperti berikut ini.

Meski pemerintah memiliki kewenangan, kebijakan menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun depan belum menjadi pertimbangan pemerintah.

    "Sekarang ini soal kenaikan harga BBM subsidi tidak dipikirkan pemerintah. Kalau ada perbedaan asumsi dan kemampuan negara mencukupi, penyesuaian harga BBM subsidi bisa dilakukan," ujar Menkeu Agus Martowardojo di Jakarta, Kamis lalu.

    Menurut Pasal 8 ayat 10 UU APBN 2013, pemerintah dimungkinkan menyesuaikan kebutuhan realisasi belanja subsidi apabila terjadi deviasi dalam asumsi makroekonomi ataupun perubahan parameter subsidi.

    Dalam pandangan pengamat ekonomi Tony Prasetiantono, kenaikan harga BBM subsidi besar kemungkinan memang tidak diambil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena khawatir terjadi gejolak sosial-politik di Tanah Air. "Jadi, pemerintah takut dampak politiknya," katanya di Jakarta kemarin.

    Menurut Tony, porsi subsidi sudah terlalu besar dalam APBN 2013. APBN menjadi tidak sehat kalau tidak mengalami pengurangan subsidi secara signifikan. Karena itu, subsidi BBM lebih baik dialihkan untuk belanja modal untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi nasional.

    Menkeu Agus Martowardojo menuturkan, pemerintah belum melakukan penyesuaian harga BBM subsidi, meski memiliki kewenangan untuk itu. Namun dia mengatakan, apabila pemerintah ingin menaikkan harga BBM subsidi, itu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi serta aspek sosial dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi.

    Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro mengatakan, pasal tentang deviasi asumsi makroekonomi memberikan kewenangan pemerintah untuk mengurangi beban subsidi.

    "Intinya, pemerintah diberi keleluasaan kalau-kalau harus menambah kebutuhan BBM subsidi atau menambah belanja subsidi akibat pelemahan nilai tukar rupiah atau peningkatan harga minyak mentah Indonesia," tuturnya.

    Menurut Bambang, salah satu opsi kewenangan yang dapat dipilih pemerintah adalah menyesuaikan harga BBM subsidi, terutama apabila terjadi deviasi asumsi makroekonomi yang memengaruhi realisasi belanja subsidi pada tahun anggaran berjalan.

    Namun, deviasi itu sendiri sangat tergantung pada kondisi makroekonomi saat itu, sehingga opsi penaikan harga BBM subsidi belum tentu diambil pemerintah. "Terserah pemerintah. Yang penting, kondisi keuangan negara dan keberlangsungan energi (tetap terjaga)," ucapnya.

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengaku belum menyiapkan mekanisme kenaikan harga BBM subsidi. Menurut dia, pemerintah sedang fokus mengatasi pembengkakan volume BBM subsidi tahun ini.

    Di lain pihak, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengatakan, pihaknya akan mengeluarkan peraturan yang membatasi penggunaan premium bersubsidi untuk kendaraan pribadi mulai Juli 2013. Aturan itu merupakan tahapan pembatasan penggunaan BBM subsidi sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengendalian Penggunaan BBM.

    "Sebagai tindak lanjut Permen ESDM 12/2012, maka perlu pengaturan batasan kuota penggunaan premium bersubsidi untuk kendaraan pribadi mulai Juli 2013," kata dia.

    Selain itu, pihaknya juga akan mengeluarkan aturan yang mengatur konsumen pengguna premium dan solar untuk mobil pribadi mulai Januari 2013. Kemudian, aturan yang melarang penggunaan solar bersubsidi bagi mobil barang dan kapal barang nonpelayaran rakyat untuk seluruh Indonesia mulai Desember 2012.

    "Juga pelarangan penggunaan premium bersubsidi untuk kendaraan dinas pemerintah, pemda, BUMN, dan BUMD di seluruh Indonesia mulai Januari 2013," ujarnya.

    BPH Migas memperkirakan, pada Oktober 2012 konsumsi BBM mencapai 3,882 juta kiloliter, November 3,931 juta kiloliter, dan Desember 2012 naik lagi menjadi 4,221 juta kiloliter. "Dengan demikian, sampai akhir tahun kami perkirakan akan menjadi 45,373 juta kiloliter," kata dia.

    Di lain pihak, anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan, anggaran untuk pembangunan infrastruktur bagi konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas sebesar Rp 2,1 triliun dalam APBNP 2012 tidak diserap pemerintah. Serapan anggaran yang rendah, menurut Satya, membuat DPR meminta pemerintah mengalokasikannya ke sektor lain.

    "Sisa dana pembangunan infrastruktur bisa diberikan pada sektor lain yang membutuhkan. Untuk tahun depan, pemerintah akan mendapatkan dana pembangunan infrastruktur yang lebih rendah akibat tidak terealisasinya sejumlah proyek pembangunan infrastruktur BBG," ujar Satya.

    Dia menambahkan, besarnya alokasi anggaran untuk program konversi BBM ke BBG disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. "Apabila programnya tidak terlaksana pada tahun ini, anggaran tahun depan akan dipangkas pada pembangunan yang memiliki daya serap tinggi," ujarnya.

    Seperti diketahui, pemerintah menargetkan pembangunan 33 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) yang memakai dana dari program konversi BBM ke BBG yang masuk dalam APBNP 2012 sebesar Rp 2,1 triliun. Pada tahun depan pemerintah menganggarkan dalam APBN untuk membangun infrastruktur BBG sebesar Rp 1,5 triliun. (A Choir/Antara) http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=314201