Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Koordinator Wilayah Tengah Endang Kesumayadi mengatakan, kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat minimnya kuota bahan bakar minyak yang pada akhirnya menyebabkan kelangkaan di wilayah Kalimantan diperkirakan bisa mencapai Rp 10 triliun per bulan.
"Sudah 3 bulan terakhir ini Kalimantan mengalami kelangkaan BBM paling parah. Antrian saja bisa mencapai 3-4 kilometer. Di sana harga mencapai Rp 15.000 - Rp 20.000 per liter tapi masyarakat masih membelinya. Sedangkan di Jawa, harga mau naik saja mendapat reaksi keras," ungkap Endang, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (14/5/2012).
Endang memaparkan, minimnya kuota BBM menghambat proses distribusi barang. Sedikitnya 7000 truk di Kalimantan Selatan, 5600 truk di Kalimantan Timur dan 3500 truk di Kalimantan Barat terhambat beroperasi. Hal ini memicu antrian panjang di pelabuhan hingga 2-3 hari.
"Untuk angkutan batu bara saja yang biasanya sehari bisa 2 atau 3 rit, sekarang hanya 1 rit saja dalam dua hari," tambah dia.
Kondisi kelangkaan BBM ini kontras dengan kontribusi yang diberikan Kalimantan dalam hal sumber daya alam. Masyarakat Kalimantan pun, menurut dia, merasa dianaktirikan dari pembangunan listrik, infrastruktur dan kuota BBM. Kadin sangat menyayangkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang tidak bisa mengakomodir kepentingan masyarakat Kalimantan dengan tidak memenuhi Kuota BBM yang dibutuhkan.
Sebagai solusi untuk mengurangi dampak ekonomi yang dialami dan dampak lain yang lebih jauh lagi, Endang menyarankan agar pemerintah pusat dapat berkonsultasi dengan pemerintah daerah untuk mengetahui kebutuhan kuota BBM yang sebenarnya untuk Kalimantan.
"Total nasional kuota BBM subsidi sebesar 40 juta kiloliter, sebagaimana diatur dalam APBN-Perubahan 2012. Namun, dalam realisasinya Kalimantan hanya mendapat 5 persen dari kuota BBM Nasional, yang idealnya Kalimantan harusnya bisa mendapat 7,5 persen," katanya.
Sistem distribusi BBM di Kalimantan mengalami gejolak akibat kelangkaan yang terjadi dalam kurun waktu 6 bulan terakhir. Minimnya kuota untuk Kalimantan menjadi penyebab utama terjadinya stagnasi dan kerugian ekonomi yang tinggi. Hal ini mengundang reaksi keras dari para gubernur di Kalimantan.
Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin yang juga merupakan Ketua Forum Gubernur se-Kalimantan, menyatakan bahwa hasil pertemuan empat Gubernur se-Kalimantan dalam Musrenbangnas, beberapa waktu lalu di Jakarta, bersepakat tidak akan mengirim hasil tambang dari daerah masing-masing keluar daerah jika pemerintah pusat tidak memenuhi permohonan penambahan kuota BBM bersubsidi. Sumber
No comments:
Post a Comment